Musim semi pertama di masa remajaku.
Aku
mengenalmu. Kita dalam satu kelas yang sama di sekolah menengah. Pada semester
dua, kamu duduk di sebelahku. Kita mulai dekat. Menghabiskan libur musim panas
dengan pelajaran tambahan bersama. Menghabiskan liburan musim dingin dengan
bermain sky denganmu. Melihat hanabi bersama saat tahun baru. Mengikuti Hari
Olahraga denganmu juga. Masih banyak lagi hal-hal yang kita lakukan bersama.
Musim semi kedua.
“Hei,
lihat ke papan pengumuman! Kita satu kelas lagi, lohh…” saat kamu bilang
begitu, aku sangat sangat sangat senang. Bahkan, jika ada kata yang lebih baik
dari senang, aku akan mengatakannya. Aku mulai popular di kalangan siswa-siswa.
Gossip-gosip tentang aku dan dirimu sedang gempar di sekolah. Gosipnya tentang
aku yang sedang dekat dengan otaku culun. Aku tahu, yang mereka maksud adalah
kamu. Kamu yang suka sekali dengan anime yang mereka sebut otaku culun. Mungkin
juga, gossip itu menyakiti perasaanmu. Hingga kamu perlahan menjauh seiring
meredanya gossip itu.
Musim semi ketiga.
“Oi!
Selamat, ya. Kamu masuk grade A. Kali ini kita tidak sekelas lagi. Aku ada di
grade F!” saat itu aku kaget. Bagaimana mungkin kamu berada di grade terburuk
di sekolah?! Nilai kenaikan kelasmu padahal lebih tinggi daripada aku. Apa kamu melakukan semua ini semata-mata untuk
menjauhiku?! Kalau iya, lebih baik aku saja yang menjauhimu. Kamu cukup diam di
tempatmu semula.
Aku
lost contact denganmu hingga hari kelulusan tiba. Pengumuman siswa dengan nilai
terbaik telah diumumkan. Hasilnya adalah aku. Aku sebagai murid terbaik di
sekolah terbaik juga. Aku melakukan ini agar bisa satu SMA denganmu. Jika nilaiku
baik, aku bisa dengan mudah memasuki semua SMA di Osaka.
Musim semi keempat.
Hari
pertama di sekolah tingkat atas. Pada upacara penerimaan murid baru, aku
kembali menjadi murid dengan nilai terbaik pada tes penerimaan. Lalu, ketika
aku berpidato, aku tidak menemukan dirimu walaupun aku sudah mengedarkan
pandangan berpuluh-puluh kali. Padahal, menurut gossip yang kudengar, kamu akan
sekolah di SMA ini.
Musim semi kelima.
Musim
semi kedua tanpamu. Kamu dimana? Aku masih tidak mendapat kabar apapun
tentangmu. Tolong, jangan membuatku menjalani hidup dengan penuh penasaran
seperti ini.
Musim semi keenam.
Saat
itu, aku sudah kelah 3 di grade A. Teman-teman SMP seangkatan berencana untuk
reuni. Aku harap kamu ikut reun juga sepertiku.
Sial!
Ternyata kamu tidak ikut reuni angkatan kita. Akan tetapi, aku mendapat kabar
tentangmu dari teman-teman. Kata mereka, kamu sekarang tinggal di Hokkaido,
ya?! Jauh sekali!
Musim semi ketujuh.
Aku
mulai sibuk dengan kegiatan kuliah dan pekerjaan part-time ku. Aku bahkan tidak
mencari kabar tentangmu lagi.
Musim semi kedelapan.
Kamu
tahu, sekarang, di musim semi kedelapan ini, aku telah berhasil menggapai dua
impianku, loh… aku menjadi tenaga kesehatan di sebuah rumah sakit di Tokyo dan
membangun sebuah maid caffe. Tapi, aku masih menunggumu. Sudah delapan musim
semi aku lalui tanpa kekasih. Besok aku akan ke Hokkaido. Aku sudah mengetahui
alamat lengkap rumahmu. Tunggu aku ya…
Aku
telah berada di sebuah rumah bergaya Jepang tradisional. Aku yakin ini adalah tempat
tinggalmu bersama nenek. “Permisi…”. Seorang wanita paruh baya menghampiriku. Aku
menanyakan apakah ini rumahmu dan dimana kamu berada. Namun, wanita itu
menatapku dengan sayu. Dia mempersilahkanku masuk. Dia mengantarku ke sebuah
ruangan di bagian belakang rumah. Ruangan tersebut berbentuk altar. Terdapat kertas
putih yang menempel di pintu. Aku berdiri di tengah altar dengan air mata yang
mengalir sangat lamban. Di satu sisi ruangan terdapat lukisan dewa. Di depanku
saat ini terdapat Makura-kanzari yang diberi alas kain berwarna putih. Di atasnya
terdapat sebuah guci dengan abu kremasi. Di sekelilingnya diberi bunga, dupa,
lilin yang menyala, semangkok nasi, dan air. Lalu, aku mengamati sebuah kertas
yang ditempel di dinding sebelah Makura-kanzari itu, “Beristirahatlah dengan
tenang” lalu kertas yang lain, “Kobayashi Tsukasa”. Air mataku mengalir lebih
deras dari sebelumnya.
Di musim
semi kedelapan ini aku berdoa untukmu. Untukmu yang telah meninggalkanku lebih
lama dari yang kukira. Bahkan, kamu pergi sebelum
aku sempat mengatakan bahwa aku menyukaimu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semua orang bisa berkomentar