Translate

Sabtu, 20 Februari 2016

Sing of The Fairy (聖歌の妖精)


            Sejak aku berusia tiga tahun, aku sangat suka bernyanyi. Tetapi, ada suatu hal yang memaksaku untuk berhenti bernyanyi. Sampai sekarang. Rasanya, aku tidak mau mendengar melodi lagu dari mulutku sendiri.
            “Ayolah, coba pikirkan lagi. Ini bukan tentang dirimu sendiri. Ini untuk kepentingan kelas kita.” Kata Mizuki, ketua kelasku.
            “Jadi, kamu mengundangku ke ruang olahraga hanya untuk mengatakan soal festival sekolah?!” tanyaku.
            “Aku tahu kamu tidak ingin bernyanyi lagi. Tapi, hanya kali ini saja. Jika kelas kita tidak mengikuti event musik lagi, kita akan di skors selama satu bulan,” jawab Mizuki.
            “Kenapa harus aku?! Kenapa tidak kamu atau yang lain saja yang bernyanyi?!”
            “Kamu, satu-satunya harapan kita. Kamu mempunyai pengalaman di dunia tarik suara.” Ucapnya.
            “Itu lima belas tahun yang lalu. Sekarang aku membenci dunia itu. Aku bersama seorang sahabatku mulai bernyanyi di usia tiga tahun. Ketika kami berusia dua belas tahun, dia membenciku karena aku mempunyai penggemar lebih banyak darinya. Aku kehilangan satu-satunya sahabat. Sejak itu, aku tidak pernah bernyanyi.” Jelasku.
            “Pikir lagi dulu. Diskors atau tidaknya kami tergantung dari jawabanmu. Aku pulang dulu,” Mizuki menghilang di balik pintu ruang olahraga ini.
            Semua keputusan ada di tanganku. Aku seperti mempunyai beban berat. Beban seisi kelas ada padaku. Aku harus memikirkannya lagi. Ini bukan soal diriku sendiri, aku tak boleh egois.
            ***
            “Inilah momen yang ditunggu-tunggu. Kita akan menampilkan sebuah event yang sama seperti semester lalu, event menyanyi. Setiap kelas harus mendaftarkan satu orang perwakilan untuk bernyanyi di panggung utama ini. Kita akan mendengarkan lagu-lagu dari kelas satu hingga kelas tiga SMA Hiyori.”
            Suara MC membuatku semakin gugup.
            Satu jam berlalu. Semua murid kelas satu telah menyanyikan lagu pilihan mereka.
            Dua jam berlalu. Begitu juga murid kelas dua.
            Tiga jam berlalu.
            “Inilah penampilan yang paling kita tunggu. Mantan penyanyi dari kelas tiga B, Titania Shiawasena.”
            Teriakan dan tepuk tangan penonton membuatku semakin gugup. Suara yang sama riuhnya seperti lima belas tahun yang lalu. Kakiku terus melangkah walau hatiku dari tadi tidak mau maju. Aku ingin berhenti tapi sang waktu sama sekali tak perduli padaku dan terus berjalan sampai akhirnya mendekati saatnya. Pada akhirnya aku merasa ada tangan tak terlihat yang mendorongku badanku.
            Hari ini aku harus meninggalkan kamar tua ini
Aku masih belum yakin dengan perjalanan baruku
Di atas bus ke stasiun kereta api
Aku mengirim pesan pada teman
Di stasiun aku mencoba menelepon
Tapi sesuatu terasa berbeda sekarang
Yang kubawa hanyalah sebuah gitar tua
Meninggalkan kisah lama hidupku di belakang
Aku melepaskan sesuatu dan mendapatkan sesuatu
Bukankah ini sebuah lingkaran kehidupan?
Aku selalu mencoba menyembunyikan ketakutan dalam mimpiku
Saat takut sepertinya aku tidak bisa melakukan apapun
Aku menaiki kereta dan segera pergi
Ini menbuatku sedikit menangis
Kehidupan di kotaku berlanjut di luar jendela
Aku berharap agar semua tidak berubah
Laki-laki yang memberikanku gitar tua ini
Mengatakan bahwa Tokyo adalah tempat yang menakutkan
Aku sudah berhenti mencari jawabannya
Tidak apa-apa jika aku mempunyai kekurangan
Goresan langit abu-abu ini menutupi matahari yang tenggelam
Walaupun aku menahan air mata saat ini
Bukankah perjalanan di pagi esok yang dingin
Hanya akan memberi keraguan?
Aku tak bisa memilih yang benar
Paling tidak aku mengetahui hal itu
            Lima belas tahun yang lalu, dunia membuangku dan mengambil semuanya dariku. Aku benci orang-orang, dunia ini... semuanya aku benci.. . Tadinya begitu. Tapi, meskipun begitu... aku kembali menemukan kebahagiaanku.
            Mizuki menemuiku. Dia mewakili teman-teman yang menikmati festival untuk berterima kasih padaku.
            “Terima kasih atas keputusanmu. Berkat kamu, kami tidak diskors,” kata Mizuki.
            “Yah... Terkadang terpikirkan... apa ada yang terima aku seperti ini?” gumamku.
            “Sebenarnya kamu ada di sebuah perjalanan menuju kebahagiaan. Menuju memori masa kecil yang berkilauan, tempat hati dan kenangan bermekaran seperti bunga-bunga di musim semi. Tempat di mana harapan adalah kekuatan, di mana kemenangan selalu berpihak pada kebaikan hati dan kesabaran, ...”
            “Tapi masalahnya adalah kamu belum sepenuhnya membenci menyanyi,” kata Mizuki.
            “Lalu?!”
            “Karena perasaan suka terhadap suatu hal nggak mungkin hilang begitu saja,” lanjutnya.
            “Mungkin aku akan memikirkan kembali karirku,” kataku.
            “Keputusan yang bagus. Jadi, ini yang dimaksud nyanyian peri, ya, Titania?!” ucap Mizuki.
            Seperti kata Mizuki, aku belum sepenuhnya benci untuk bernyanyi lagi. Rasa suka terhadap suatu hal tidak akan menghilang begitu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semua orang bisa berkomentar